Duh, Bandung!

Ada suatu masa ketika radio-radio di Bandung lebih demokratis dengan banyak menyiarkan acara yang playlist-nya disusun dari permintaan pendengar, alih-alih secara sepihak menentukan lagu apa yang layak masuk ke telinga. Salah satunya adalah acara Kamus Ozer, singkatan dari Kamu Suka Oz Puter, sebuah acara yang khusus memutarkan lagu permintaan Mojang-Bujang (begitu sapaan khas Radio Oz Bandung untuk pendengarnya). Saya tak tahu apakah acara itu masih disiarkan di Radio OZ Bandung. Kalau tidak lagi, berarti sudah waktunya menghadapi kenyataan bahwa ternyata saya memang sudah setua itu.

Anyway, saat radio masih menjadi referensi musik yang utama, saat saya masih duduk di bangku SMP, ada sebuah lagu yang sering diputar di Kamus Ozer. Lagu yang dibawakan trio asal Bandung, Zen Bersaudara (Lita Zen, Iwan Zen, dan Syailendra Zen), dan berisi campuran Bahasa Indonesia, Inggris, dan Sunda. Belasan tahun tak mendengar lagu itu, dan selama ini pun tak pernah tahu judulnya, saya iseng googling menggunakan sebaris lirik dalam Bahasa Sunda dari lagu itu yang paling saya ingat. “Duh, Bapa, ieu hate beuki karasa teu pararuguh,” begitu bunyinya.

‘Duh’, judulnya singkat sekali. Tapi yang membuat saya lebih bahagia dari menemukan judulnya, Duh ternyata masih bisa didengar dengan cara streaming di laman SoundCloud milik penulis lagunya sendiri: Fery Martawidjaja, yang lebih dikenal sebagai personil boyband M.E daripada penulis lagu. Dari album yang sama, Zen Bersaudara juga membawakan lagu Hanya Bayangan yang sempat dibuat cover version-nya oleh Soul ID. Sayang, sejak dua lagu itu, Zen Bersaudara tak pernah terdengar lagi kabarnya.

Karena akhir-akhir ini saya begitu melankolis tentang segala hal yang mengingatkan saya pada Bandung, mendengar lagu ini berulang-ulang melengkapi rasa kangen saya pada gambaran kota yang dulu pernah begitu dekat di hati. Bandung akhir tahun 90-an sampai awal 2000-an, di masa-masa sekolah, saat sepanjang Jalan Suci masih dipenuhi pepohonan rimbun dan tidak setiap ruas jalan dipenuhi deretan kafe. Bandung kini sudah amat sangat berubah, tapi perasaan saya terhadapnya tetap sama.

2 pemikiran pada “Duh, Bandung!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *