Arrival, Fiksi Ilmiah yang Puitis

Bayi layaknya mahluk luar angkasa. Ia datang ke dunia dengan bahasa yang asing. Ia berkomunikasi dengan caranya sendiri, yang berbeda dari manusia-manusia yang lebih tua. Ia pun tak mengerti apa yang dibicarakan oleh makhluk-makhluk di sekitarnya, sampai datang seorang manusia untuk mengajarinya.

Ada alasan mengapa bahasa pertama yang dikenal seorang manusia disebut bahasa ibu. Ibu adalah manusia pertama yang mengajarkan bahasa kepada seorang bayi. Secara naluriah, perempuan memiliki peran dan kemampuan untuk mengenalkan bahasa dan menjadi jembatan komunikasi.

Lewat potongan-potongan adegan di awal film yang disusun layaknya kilas balik, penonton terlebih dahulu mengenal Louise Banks (Amy Adams) sebagai seorang ibu yang kehilangan anaknya akibat penyakit yang tidak dijelaskan. Kemudian, penonton tahu bahwa tokoh sentral dalam Arrival (2016) tidak hanya seorang perempuan dan ibu; ia juga ahli linguistik. Louise ditugaskan memimpin sekelompok ilmuwan untuk memecahkan maksud kedatangan makhluk-makhluk luar angkasa bertentakel tujuh (heptapod), ketika salah satu dari 12 kapal mereka berlabuh di Montana, Amerika Serikat. Melalui mata dan telinga Louise lah, penonton masuk ke dalam cerita.

Dr. Ellie Arroway (Jodie Foster) dalam Contact (1997) adalah seorang astronom, sedangkan Dr. Ryan Stone (Sandra Bullock) dalam Gravity (2013) adalah insinyur biomedis. Meski tidak spesifik disebutkan bidangnya, Murph Cooper (Jessica Chastain) dalam Interstellar (2014) juga seorang ilmuwan sains. Memilih seorang perempuan ilmuwan sosial memberi sudut pandang yang lembut dan manusiawi  dalam cerita fiksi ilmiah yang biasanya lebih mengedepankan gagasan-gagasan logis dan material.

arrival-movie-review
Amy Adams dan Jeremy Renner dalam Arrival

Namun, Louise tidak sendirian. Ada Ian Donnelly (Jeremy Renner), seorang fisikawan, yang juga ditunjuk untuk memimpin sebuah tim berbeda dengan misi yang sama. Dunia tampak belum yakin bahwa seorang perempuan dan ilmu sosial sudah cukup untuk menyelamatkan umat manusia.

Jangan mengharapkan pengalaman visual yang tak biasa atau adegan aksi yang seru. Adegan saat Louise berinteraksi langsung dengan para heptapod malah terasa artifisial karena olahan efek khusus yang ‘biasa saja’. Arrival tetap menampilkan shot yang megah, meski objeknya lebih didominasi lanskap dalam nada warna yang hangat daripada eksplorasi eksperimental–seperti misalnya, ombak raksasa di Interstellar–membuatnya puitis, alih-alih saintifik.

Seperti Gravity, Arrival bercerita tentang perjalanan seorang individu mengenali dirinya sendiri melalui sesuatu yang asing. Puncak-puncak ketegangan dibangun dari usaha memecahkan teka-teki kedatangan para heptapod dan keterkaitannya dengan potongan-potongan ingatan Louise yang tercerai-berai. Teka-teki harus dipecahkan selekas mungkin sebelum Tiongkok yang digambarkan begitu digdaya memutuskan untuk memimpin serangan atas nama umat manusia. Louise menjadi penting tak hanya karena keahlian linguistiknya, tetapi juga karena ia menyimpan ‘senjata’ yang dibutuhkan bangsa luar angkasa itu. Para heptapod adalah perantara, bukan akar masalah. Mereka menjadi narasumber Louise mengungkap satu per satu petunjuk, yang pada akhirnya bermuara pada dirinya sendiri dan menjadi kunci untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya.

Alasan dan tujuan para makhluk luar angkasa muncul di bumi bukannya tak penting, hanya saja begitu sederhana. Untuk memaparkannya, Arrival menggunakan kondisi politik dan sosial dunia yang berkembang saat ini. Amerika Serikat yang kehilangan kekuatan, Tiongkok yang dianggap menjadi poros dunia baru. Umat manusia yang terpecah belah oleh kepentingannya masing-masing, juga kendali media terhadap opini masyarakat–yang ditampilkan lewat kalimat-kalimat yang diucapkan Louise kepada ibunya lewat telepon, “Mom, please don’t bother with that channel. How many times do I have to say that those people are idiots?”

Selagi tim yang dipimpin Louise sibuk mengartikan bahasa heptapod, spekulasi akan adanya rencana serangan alien berkembang liar ke seantero dunia, melahirkan huru-hara di mana-mana. Ketakutan dan kepanikan mendorong orang-orang menjarah dan saling menyakiti demi menjamin keselamatan diri sendiri. Padahal, makhluk-makhluk asing ini belum juga jelas menyatakan maksud kedatangannya.

Arrival seperti tak merasa perlu menjelaskan dengan eksplisit apa makna di balik kedatangan makhluk-makhluk luar angkasa itu. Seperti para heptapod, Dennis Villeneuve memosisikan film ini sebagai perantara. Sebuah perenungan bagi penonton untuk bercermin ke dalam diri sendiri dan menemukan bahwa sejatinya, manusia adalah akar dari masalahnya sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *